Sejak memasuki abad 20 ini, kita sering
mendengar gerakan “back to nature !” Gerakkan ini dilakukan didasari karena
kelemahan obat kimia itu sendiri yang bersifat kimia sintetis. Kelemahan yang
paling utama dirasakan adalah efek samping obat kimia itu sendiri. Efek
obat kimia itu sendiri bahkan sudah diketahui efek sampingnya dan terncantum
dalam label atau brosur dan menjadi perhatian oleh dokter dan apoteker itu
sendiri.
Secara logis efek samping obat kimia karena
merupakan zat tunggal atau gabungan zat tunggal yang murni karena pengertian
dari obat konvensional adalah obat kimia tertentu yang digunakan dalam proses
pengobatan. Zat kimia murni tentu tidak cocok dengan tubuh yang kompleks
regulasi reaksi-reaksi kimia tertentu. Obat yang murni ini cenderung
memodifikasi reaksi-reaksi yang ada untuk mencapai tujuan pengobatan, tetapi
sering terjadi modifikasi-modifikasi yang menyimpang atau berlebihan. Hal
inilah yang menimbulkan efek samping.
Efek samping obat kimia jangka pendek tidaklah terlalu menakutkan karena dapat segera
dikurangi atau dihindari, tetapi efek samping jangka panjang seperti kerusakkan
ginjal, kerusakkan liver, lemah syahwat, dan berbagai tumor memang sangat
menakutkan dan biasanya tidak reversible (tidak bisa balik). Begitu pula masalah
efektifitas pengobatan modern telah dikembangkan dengan sarana penelitian yang
luar biasa dengan lembaga-lembaga pendidikan yang maha besar dan termaju
didunia dibanding bidang-bidang lain dan dilayani oleh orang-orang terpandai
didunia. Bayangkan anak-anak kita hampir semua bercita-cita menjadi seorang
dokter !” Tapi tidak sanggup mengatasi penyakit-penyakit sehari-hari seperti:
Influenza, hipertensi, diabetes, hepatitis, colitis dll. Tetapi dengan bangga
para peneliti guru besar dan dokter mengatakan “belum ditemukan obatnya. Belum
diketahui penyebabnya. Kemudian ini yang sering membuat pasien kecewa dan
tertegun, “Apakah tidak ada benar alternatif lain ?” Akhirnya pasien mulai
berfikir “Bukankah Tuhan Menciptakan Manusia juga menyiapkan obatnya ?” Bukan
kah Tuhan jauh lebih Bijaksana ?”
Demikan pula dengan mahalnya harga obat kimia.
Hal ini terjadi karena 82% bahan baku obat dan sarana pendukung pembuat obat
diperoleh dengan Import. Sementara pendapatan kita diperoleh dengan susah payah
diperoleh dalam rupiah, kita harus membayar obat yang bernilai dollar.
Akibatnya harga obat tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat kita.
Untuk sementara ditanggulangi dengan subsidi yang diberikan melalui Puskesmas,
dan Rumah sakit seta keringanan Pajak. Itupun masih banyak harga obat kita
rasakan sangat mahal.
Kalau kita coba kembali pada kehebatan
kekayaan alam bangsa ini terutama kekayaan alamnya dalam hal ini adalah Tanaman
Obat, yang referensi jenisnya terkaya nomor 2 didunia setelah negara Brazil,
maka perlu dikaji ulang pemanfaatannya yang sangat efektif dan relatif aman
ini. Tanaman obat memiliki kelebihan tertentu dibanding obat modern. Tentu efek
sampingnya yang sangat kecil. Secara formal berdasarkan pengujian toksisitas
akut LD tanaman obat memang umumnya tidak toksik, tetapi karena perbedaan
individual bisa jadi orang-orang tertentu alergi terhadap tanaman obat tertentu
meskipun masih pada dosis aman. Selain itu toksisitas jangka panjang memang
banyak yang masih belum jelas, oleh karena itu untuk tanaman obat yang tidak
biasa digunakan sebagai makanan sebaiknya digunakan pada waktu sakit
saja,sesudah sembuh dihentikan. Dari pengalaman belasan tahun, ternyata efek
samping tanaman obat pada dosis normal memang tidak ada, kecuali pada
orang-orang tertentu yang alergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar