Senin, 05 November 2012

Ide tentang BAHAN BAKAR AIR


Oleh DR. Poempida Hidayatulloh (Penggagas Brown Energy)
Kontroversi Blue Energy temuan dari Djoko Suprapto hampir saja menjadi titik kulminasi dari isu bahan bakar dari air. Gagalnya seorang Djoko Suprapto untuk membuktikan bahwa air bisa menjadi bahan bakar telah menciptakan ketidakpercayaan bagi masyarakat Indonesia dan menjadikan isu tersebut merupakan mitos belaka.
Bahan bakar dari air sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang baru. Seorang berkebangsaan Swiss, Isaac De Rivaz (1752-1828), di Tahun 1805 pernah merancang dan membuat mesin pembakaran internal (internal combustion engine) dengan menggunakan bahan bakar hydrogen yang didapat dari proses penguraian (elektrolisa) air. Memang mesin tersebut tidak sempurna.

Namun demikian, pada saat itu di mana bahan bakar fosil belum ditemukan merupakan suatu lompatan teknologi yang luar biasa. Mulai dari sinilah evolusi mengenai berbagai temuan tentang pemanfaatan air untuk menjadi bahan bakar berkembang sampai pada penemuan Profesor Yull Brown dari Sydney, Australia, di tahun 1974. Profesor Brown berhasil menemukan campuran sempurna gas hidrogen dan oksigen yang didapatinya melalui suatu proses elektrolisa air (hidrolisa) yang tidak membutuhkan energy listrik terlalu besar, bahkan menghasilkan daya ledakan (explosivity) yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan dalam mesin bakar. Profesor Brown kemudian menamakan campuran gas yang eksplosif tadi sebagai gas Brown (Brown Gas).
Temuan gas Brown ini dimanfaatkan lebih jauh kemudian di dekade 90an, oleh penemu dari Ohio Amerika Serikat bernama Stanley Meyer. Meyer berhasil membuat mobil VW buggy dengan menggunakan bahan bakar 100% dari air. Namun nasib penemu cemerlang ini sangat mengenaskan karena Ia kemudian meninggal diracun pada tanggal 21 Maret 1998. Kematian Meyer pun tidak terlepas dari kontroversi bahwa banyak pihak yang tidak berkenan dengan temuannya tersebut, terutama para raja-raja minyak. Dengan tewasnya Meyer, raib pula dokumen-dokumen penelitian dari laboratorium di rumahnya, yang konon kabarnya dihancurkan oleh pihak-pihak yang tidak berkenan tadi.
Namun demikian, di dekade 90an juga, stasiun televisi Inggris BBC telah berhasil meliput dan mendokumentasikan hasil penemuan Meyer dan menayangkannya dalam program mereka EQUINOX dengan judul "It runs on water". Dengan demikian walaupun dokumen ilmiah dari penelitian Meyer raib. Berdasarkan dokumentasi BBC yang ada, dunia masih dapat melihat hasil temuan Meyer tersebut.
Jika menilik lebih lanjut mengenai isu bahan bakar air ini, maka seseorang akan bertanya, mengapa suatu evolusi penemuan yang melewati proses selama hampir 2 abad, produknya tidak pernah muncul secara publik dan digunakan secara massal?
Sangatlah sulit menjawab pertanyaan tersebut dengan memakai penjelasan sebanyak beberapa paragraf saja. Hal ini dikarenakan kompleksitas dari keberadaan bahan bakar air itu sendiri. Air dalam keadaan alami saja banyak sekali ragam fasanya. Yang jelas Air secara alami dalam bentuk apa pun tidak dapat dibakar. Hidrogen atau gas Brown yang didapat dari penguraian airlah yang sebetulnya dapat dimanfaatkan menjadibahan bakar. Apalagi gas Brown merupakan campuran dari hidrogen yang eksplosif dan oksigen yang sangat dibutuhkan dalam setiap proses pembakaran.
Jadi sebetulnya terdapat dua proses untuk memanfaatkan air sebagai bahan bakar. Yang pertama tentunya proses penguraian air menjadi gas Brown. Kemudian yang kedua adalah pembakaran gas Brown itu sendiri yang menghasilkan energi. Selain dari energi, hasil pembakaran gas Brown juga menghasilkan uap air dan tidak memproduksi gas-gas polutan berbasis karbon.
Yang selalu menjadi dilema adalah energi yang diperlukan untuk menjalankan proses pertama dan energi yang dihasilkan oleh proses tahap kedua. Jika kemudian energi yang dibutuhkan untuk menjalankan proses yang pertama lebih besar dari yang dihasilkan di tahap kedua, maka sama sekali tidak terjadi energi tambahan. Yang ada tentunya adalah energi yang dilang (energy loss). Jika, demikian tidak ada maknanya menjalankan kedua proses tersebut.
Namun, sangat dapat dibuktikan secara ilmiah bahwa gas Brown menghasilkan energi yang besar dalam proses pembakarannya. Selain daripada dengan cara yang tepat energi yang dibutuhkan adalah sangat kecil untuk memproduksi gas Brown dari penguraian air. Sampai dewasa ini, berbagai perdebatan dan perbedaan pendapat masih tetap mewarnai seputar eksploitasi gas Brown ini. Yang pro sangat yakin dengan manfaat dan penggunaannya.
Sedangkan yang kontra sangat menentang dan mengklaim bahwa pemakaian gas Brown ini hanya untuk tipuan belaka. Yang jelas Stanley Meyer telah berhasil mengeksploitasi gas Brown dari penguraian air untuk bisa menjalankan kendaraan VW buggy-nya. Bahkan belakangan ini perusahaan dari Jepang bernama Genepax, memperkenalkan mobil kecil ciptaannya yang berbahan bakar air, yang dapat dipacu dengan kecepatan 60-70 km/jam. Sungguh mengagumkan.
Dengan harga minyak bumi yang tinggi dan ancaman krisis finansial global, energi akan menjadi suatu sektor yang sangat penting dan sensitif. Sudah sepatutnya pemerintah segera mengerahkan para cendekiawannya untuk melakukan penelitian yang serius dengan energi alternatif, termasuk bahan bakar dari air. Pemerintah seyogyanya tidak perlu traumatik dengan kasus Blue Energynya Djoko Suprapto. Karena tidak setiap usaha itu akan selalu berhasil. Yang paling penting adalah pantang menyerah dan tetap bertawakkal kepada Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar