Pada pertemuan tahunan para ahli
silisium bulan Mei 2000 di Tromse, Norwegia, seperti yang diberitakan majalah
Stren tanggal 9 November 2000, diperoleh ide untuk memanfaatkan pasir
sebagai sumber energi alternatif masa depan yang diungkapkan oleh Prof Nobert
Auner dari Universitas Frankfurt, Jerman. Ide ini diperolehnya setelah dia
mendengarkan presentasi Gudrun Tamme dari PT Wacker, Berghausen, Jerman, tentang
“Silisium dan Tembaga Dioksida dalam Produksi Silikon merupakan Campuran yang
Berbahaya?”.
Tema ini diangkat berdasarkan
pengalaman PT Wacker pada tahun 1998 yang memproduksi silan (produk antara
dalam proses produksi silikon). Silo tempat penyimpanan silisium dan
tembaga dioksida menunjukkan kenaikan temperatur yang sangat tinggi, dari suhu
ruang menjadi 200 derajat Celsius dan bahan campuran dalam silo tersebut
menjadi sangat keras. Selanjutnya silo tersebut dikurangi isinya hingga
separuh, dengan harapan suhu akan turun. Akan tetapi, suhu dalam silo masih
tetap tinggi, bahkan suhu di tengah silo menunjukkan angka 400 derajat Celsius.
Para pekerja berupaya menurunkan
suhu silo dengan cara menyiramkan air pada bagian luar silo, karena sangat
berbahaya apabila air bereaksi dengan silisium maka akan terjadi reaksi panas
yang luar biasa, bahkan bisa menimbulkan ledakan pada silo. Usaha ini
belum berhasil, kemudian ditempuh upaya dengan mengalirkan gas nitrogen dan
selanjutnya gas argon untuk menurunkan suhu silo. Usaha yang ditempuh terakhir
ini menunjukkan hasil positif, suhu silo kembali normal.
Pada saat dilakukan penyaluran
gas argon ke dalam silo, diketahui adanya “lava” dalam bahan campuran di dalam
silo tersebut. Lava ini yang memberikan ide bagi Prof Nobert Auner untuk
memanfaatkan pasir yang memiliki penyusun utamanya silisium dapat digunakan
sebagai sumber energi alternatif masa depan. Kondisi tersebut merupakan
ide dasar untuk menggunakan pasir sebagai bahan bakar. Berdasarkan kondisi yang
terjadi di PT Wacker tersebut dan hasil penelitian di Universitas Frankfurt,
maka ada beberapa kemungkinan dalam pemanfaatan pasir tersebut antara lain
yaitu:
1.
Pasir terdapat di banyak tempat, baik dalam bentuk
batuan atau pasir seperti yang terdapat di gurun pasir. Pasir sebagian besar
tersusun oleh silisiumdioksida, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku
produksi silisium. Dalam proses pengolahan silisiumdioksida menjadi
silisium atau bahan metal yang berwarna abu-abu dapat digunakan energi yang
ramah lingkungan dan disediakan oleh alam, yaitu energi angin atau tenaga dari
sinar matahari. Silisium merupakan bahan tidak beracun serta memiliki
kandungan energi seperti karbon, yang merupakan inti energi fosil. Energi
dalam silisium tersimpan dengan aman karena adanya ikatan kimia, serta dapat
dipindahkan ke tempat yang lain dengan aman. Sebagai bahan pembanding pada
tabel I ditampilkan besarnya energi yang dihasilkan oleh beberapa sumber energi
alternatif.
2.
Silisium murni merupakan bahan baku industri yang
bernilai miliaran dollar, karena silisium merupakan bahan baku untuk
memproduksi chip komputer dan silikon. Dari silikon masih dapat diproduksi
beberapa macam barang lanjutan seperti bahan pembuatan cat, payudara buatan,
bahan kosmetik, contact-lens, keramik, dan ban mobil. Saat dilakukan
proses produksi silisium menjadi silikon diperoleh produk samping cair,
Tetramethylsilan (TMS) yang memiliki energi bakar sebesar bensin dari minyak
bumi. Apabila TMS ini dibakar, maka akan dihasilkan energi serta gas CO2 yang
lebih sedikit dibandingkan bensin serta pasir bersih. Dengan demikian, TMS
ini bisa digunakan sebagai bahan bakar alternatif masa depan, walaupun perlu
diperhatikan pasir yang dihasilkan selama proses pembakaran.
3.
Reaktor silisium merupakan reaktor yang ramah lingkungan,
karena dalam proses pembakaran untuk menghasilkan energi, reaktor ini
menggunakan gas O2 dan N2 yang banyak tersedia di udara bebas. Panas yang
dihasilkan dari proses pembakaran dapat digunakan untuk menjalankan turbin yang
dapat menghasilkan energi listrik. Selain dihasilkan energi panas, dalam
proses pembakaran juga dihasilkan pasir dan silisium nitrit, yang dapat
digunakan untuk memproduksi keramik atau gelas. Selain itu, silisium nitrit
bisa digunakan sebagai bahan pelapis yang tahan goresan, kelembaban udara, api,
dan asam.
Di samping itu juga dihasilkan
gas yang mempunyai komposisi 80 persen gas N2, CO2, dan O2 yang mirip dengan
komposisi gas di udara bebas sehingga tidak banyak menimbulkan masalah
polusi. Adapun dari silisium nitrit sendiri dapat dihasilkan gas NH3 atau
amoniak, yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar penggerak motor atau
mobil di masa yang akan datang. Di samping itu amoniak juga bisa digunakan
sebagai bahan baku pembuatan pupuk urea atau pupuk nitrogen.
Apabila hal ini bisa
dilaksanakan, maka akan dapat dilakukan perbaikan proses untuk menghasilkan
pupuk urea, yaitu dengan tidak digunakannya lagi proses klasik Haber-Bosch yang
membutuhkan temperatur dan tekanan yang tinggi serta memerlukan biaya proses
yang mahal. Selain itu, gas CO2, yang dikeluarkan selama proses dapat
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan methan, bahan bakar pengganti bensin.
Pembakaran gas methan juga akan menghasilkan gas CO2 lagi, tetapi menurut
Daniel Herbst dari Universitas Karlsruhe, Jerman, dapat pula dihasilkan cairan
bahan bakar yang bebas CO2 melalui proses bioteknologi atau elektrolisa.
Pengetahuan awal tentang
penggunaan pasir sebagai bahan bakar alternatif di masa mendatang masih perlu
dikembangkan lebih lanjut. Tetapi terobosan ilmiah ini perlu mendapat perhatian
dari semua pihak baik pemerintah, perusahaan, dan lembaga penelitian atau
perguruan tinggi yang memberikan prioritas dalam pengembangan energi masa
depan.
Di Indonesia yang selama ini
dimanja dengan berbagai fasilitas kekayaan alamnya, masih sangat rendah
perhatiannya terhadap penggunaan energi secara efektif. Hal ini sangat
perlu diubah untuk mengantisipasi era globalisasi yang semakin dekat, karena
isu penggunaan energi atau manajemen energi maupun manajemen lingkungan hidup
akan menjadi isu penting dari produk-produk perdagangan dunia. Dengan
diberlakukannya ISO 14000 tentang manajemen lingkungan serta ISO 14040 mengenai
Life Cycle Assessment (LCA) semakin menyadarkan kita bahwa pengelolaan
lingkungan hidup, kekayaan alam, serta manajemen energi pasti akan menjadi
salah satu isu penting di dunia perdagangan internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar