Dizaman sekarang banyak anak-anak kecil
yang merasa asing dengan lingkungan yang asri dan alami. Mereka lebih akrab
dengan pemandangan sehari-hari ketika jalan-jalan lengang berdebu dan kantung
plastik berisi sampah bergelantungan di sepanjang jalan sementara orang tuanya
sibuk dengan kesibukan masing-masing. Mungkin anda juga sering melihat Bangunan
rumah yang tidak menyisakan ruang terbuka hijau dan lahan yang hamper minim
untuk bercocok tanam.
Nah Keluarga salah satu cara efektif
mengjarkan budaya ramah llingkungan pada anak-anak diantaranya adalah member
contoh kepada mereka, karena orang tua adalah teladan utama. Contoh apa yang
diberikan, mungkin bisa dengan contoh menyayangi dan merawat tanaman Sehingga
diharapkan mereka memahami kegunaan tanaman. Baik untuk keindahan, kesegaran
hingga kebutuhan pangan.
Setidaknya Ada 3 hal yang perlu
dipahami anak-anak dengan baik, agar kelak mereka tidak terjerumus menjadi
pengrusak lingkungan diantaranya.
1. Pelajaran
bagaimana Asiknya bercocok tanam.
Sebelum belajar menanam mereka
harus diberi pengertian sederhana tentang kebutuhan utama manusia yaitu
bernafas dan keterkaitan pohon penyuplai oksigen dengan cara memencet hidung
masing-masing. Serta bagaimana pohon sebagai mahluk hidup akan menangis apabila
daunnya tiba-tiba dipreteli.
Sesudah itu mereka mendapat pembagian
pot kecil atau bisa dianjurkan bekas gelas plastik, bekas plastik jajanan
sebagai tempat menanam. Biji yang ditanam berasal dari buah-buahan yang mereka
makan atau mereka temui di jalan. Mengapa biji buah? Karena umumnya orangtua
membeli tanaman hias. Sehingga anak-anak kehilangan moment memperhatikan
tanaman yang tumbuh sejak dari biji , muncul bakal akar, daun danseterusnya.
Setelah cukup umur, tanaman dipindah ke polybag atau ke pot yang lebih
besar dan diberi nama sesuai nama si anak.
Selanjutnya bersama orangtua mereka
pergi ke bukit/gunung yang mulai gundul dan menanam pohon yang telah diberi
nama tersebut. Secara periodik acara menanam pohon ke bukit/gunung ini
dilaksanakan agar anak-anak bisa melihat perkembangan pohon-pohon yang
sebelumnya mereka tanam dan menanam pohon yang baru. Demikian seterusnya,
sehingga anak-anak bisa berkontribusi dalam penghijauan sekaligus edukasi dari
hulu. Karena rasa memiliki alam harus dimiliki anak-anak semenjak usia dini.
2. Pengetahuan
tentang Banjir.
Mungkin anda ada yang pernah bertanya
pada anak, mengapa terjadi banjir? Umumnya mereka menjawab karena sampah. Tidak
salah sih, tapi anak yang kritis akan menjawab bahwa sampah yang dibuangnya
sangat sedikit sedangkan air sungai dan air selokan sangatlah deras tatkala
hujan lebat. Jadi bagaimana mungkin aliran air itu tidak bisa membawa sampah ke
laut? Ya, harapan laut akan menyelesaikan sampah terjadi sejak di perkotaan.
Karena itulah mereka “aktif” membuang sampah ke aliran sungai dan saluran air.
Anda bisa mencoba memvisualisasikan
terjadinya banjir dengan menggunakan wadah kosong setinggi 15 cm, kantung
plastik untuk menutup wadah tersebut dan membiarkan sisa kantung plastik
melengkung membentuk cekungan dibawah. Pada bagian atas wadah diletakkan pot
kecil sebagai pengandaian gunung yang masih belum gundul dan menyiramnya dengan
air. Air akan tertampung di wadah karena air akan melewati lubang-lubang kecil
di dasar pot dan menggenang di wadah atas.Hal tersebut membuktikan bahwa
daerah pemukiman di bawah gunung tidak terkena banjir karena adanya pohon-pohon
yang mengikat tanah dan membantu peresapan.
Pot kemudian diambil, plastik diratakan
diatas wadah kemudian disiram air lagi. Otomatis air akan melimpah kemana-mana
termasuk kecekungan kantung plastik sebagai visualisasi banjir yang
merendam rumah-rumah. Jalan keluarnya ditunjukkan dengan menusuk-nusuk
cekungan plastik menggunakan obeng. Visualisasi terakhir ini menunjukkankegunaan
sumur resapan dan lubang resapan biopori (LRB) yang selama ini anak-anak lihat
tapi tidak diketahui kegunaannya. Setelah pelajaran, anak-anak ditunjukkan
cara membuat LRB atau menunjukkan sumur resapan apabila daerah tersebut
memilikinya.
3. Wawasan tentang Sampah.
Anak-anak selalu diajarkan membuang
sampahnya sendiri. Tetapi bagaimana dengan sampah yang bertebaran yang mereka
temui sehari-hari? Entah di depan rumah, madrasah tempat mereka belajar atau
tempat umum lainnya. Ada baiknya mengajak mereka berpatisipasi secara periodik.
Mengumpulkan sampah yang bertebaran dimana-mana dan membuangnya pada tempat
yang seharusnya. Selain memberi edukasi pada anak-anak sejak usia dini juga
diharapkan pembuang sampah akan merasa malu karena sampahnya dipunguti oleh
anak-anak kecil.
Anak adalah tumpuan masa depan bangsa
dan negara. Bagaimana anak-anak mendapat edukasi maka akan seperti itulah
mereka kelak. Dan edukasi termudah adalah memberi contoh, mengajak dan
melibatkan mereka dalam setiap kegiatan pelestarian lingkungan.
Ingatan anak-anak bagaikan kertas putih
polos yang mudah ditulis dan digambar indah atau malah dicoret-coret. Karena
itu pengenalan pengelolaan sampah sejak dini akan dikenangnya hingga usia
dewasa. Dan keterlibatan mereka dalam menghijaukan kembali lahan kritis seperti
puncak bukit dan lereng gunung diharapkan bisa menumbuhkan rasa memiliki.
Di rangkum dari: http://green.kompasiana.com/iklim/2012/01/17/belajar-tentang-penghijauan-banjir-dan-sampah-bersama-anak-anak/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar