Jumat, 01 Juni 2012

Mengajarkan Budaya Ramah Lingkungan Pada Anak-Anak


Dizaman sekarang banyak anak-anak kecil yang merasa asing dengan lingkungan yang asri dan alami. Mereka lebih akrab dengan pemandangan sehari-hari ketika jalan-jalan lengang berdebu dan kantung plastik berisi sampah bergelantungan di sepanjang jalan sementara orang tuanya sibuk dengan kesibukan masing-masing. Mungkin anda juga sering melihat Bangunan rumah yang tidak menyisakan ruang terbuka hijau dan lahan yang hamper minim untuk bercocok tanam.
Nah Keluarga salah satu cara efektif mengjarkan budaya ramah llingkungan pada anak-anak diantaranya adalah member contoh kepada mereka, karena orang tua adalah teladan utama. Contoh apa yang diberikan, mungkin bisa dengan contoh menyayangi dan merawat tanaman Sehingga diharapkan mereka memahami kegunaan tanaman. Baik untuk keindahan, kesegaran hingga kebutuhan pangan.
Setidaknya Ada 3 hal yang perlu dipahami anak-anak dengan baik, agar kelak mereka tidak terjerumus menjadi pengrusak lingkungan diantaranya.

1. Pelajaran bagaimana Asiknya bercocok tanam.
Sebelum  belajar menanam mereka harus diberi pengertian sederhana tentang kebutuhan utama manusia yaitu bernafas dan keterkaitan pohon penyuplai oksigen dengan cara memencet hidung masing-masing. Serta bagaimana pohon sebagai mahluk hidup akan menangis apabila daunnya tiba-tiba dipreteli.
Sesudah itu mereka mendapat pembagian pot kecil atau bisa dianjurkan bekas gelas plastik, bekas plastik jajanan sebagai tempat menanam. Biji yang ditanam berasal dari buah-buahan yang mereka makan atau mereka temui di jalan. Mengapa biji buah? Karena umumnya orangtua membeli tanaman hias. Sehingga anak-anak kehilangan moment memperhatikan tanaman yang tumbuh sejak dari biji , muncul bakal akar, daun danseterusnya.  Setelah cukup umur, tanaman dipindah ke polybag atau ke pot yang lebih besar dan diberi nama sesuai nama si anak.
Selanjutnya bersama orangtua mereka pergi ke bukit/gunung yang mulai gundul dan menanam pohon yang telah diberi nama tersebut. Secara periodik acara menanam pohon ke bukit/gunung ini dilaksanakan agar anak-anak bisa melihat perkembangan pohon-pohon yang sebelumnya mereka tanam dan menanam pohon yang baru. Demikian seterusnya, sehingga anak-anak bisa berkontribusi dalam penghijauan sekaligus edukasi dari hulu. Karena rasa memiliki alam harus dimiliki anak-anak semenjak usia dini.
2. Pengetahuan tentang Banjir.
Mungkin anda ada yang pernah bertanya pada anak, mengapa terjadi banjir? Umumnya mereka menjawab karena sampah. Tidak salah sih, tapi anak yang kritis akan menjawab bahwa sampah yang dibuangnya sangat sedikit sedangkan air sungai dan air selokan sangatlah deras tatkala hujan lebat. Jadi bagaimana mungkin aliran air itu tidak bisa membawa sampah ke laut? Ya, harapan laut akan menyelesaikan sampah terjadi sejak di perkotaan. Karena itulah mereka “aktif” membuang sampah ke aliran sungai dan saluran air.
Anda bisa mencoba memvisualisasikan terjadinya banjir dengan menggunakan wadah kosong setinggi 15 cm, kantung plastik untuk menutup wadah tersebut dan membiarkan sisa kantung plastik melengkung membentuk cekungan dibawah. Pada bagian atas wadah diletakkan pot kecil sebagai pengandaian gunung yang masih belum gundul dan menyiramnya dengan air. Air akan tertampung di wadah karena air akan melewati lubang-lubang kecil di dasar pot dan menggenang di wadah atas.Hal tersebut membuktikan bahwa daerah pemukiman di bawah gunung tidak terkena banjir karena adanya pohon-pohon yang mengikat tanah dan membantu peresapan.
Pot kemudian diambil, plastik diratakan diatas wadah kemudian disiram air lagi. Otomatis air akan melimpah kemana-mana termasuk kecekungan kantung plastik sebagai visualisasi banjir yang merendam rumah-rumah. Jalan keluarnya ditunjukkan dengan menusuk-nusuk cekungan plastik menggunakan obeng. Visualisasi terakhir ini menunjukkankegunaan sumur resapan dan lubang resapan biopori (LRB) yang selama ini anak-anak lihat tapi tidak diketahui kegunaannya. Setelah pelajaran, anak-anak ditunjukkan cara membuat LRB atau menunjukkan sumur resapan apabila daerah tersebut memilikinya.
3. Wawasan tentang Sampah.
Anak-anak selalu diajarkan membuang sampahnya sendiri. Tetapi bagaimana dengan sampah yang bertebaran yang mereka temui sehari-hari? Entah di depan rumah, madrasah tempat mereka belajar atau tempat umum lainnya. Ada baiknya mengajak mereka berpatisipasi secara periodik. Mengumpulkan sampah yang bertebaran dimana-mana dan membuangnya pada tempat yang seharusnya. Selain memberi edukasi pada anak-anak sejak usia dini juga diharapkan pembuang sampah akan merasa malu karena sampahnya dipunguti oleh anak-anak kecil.
Anak adalah tumpuan masa depan bangsa dan negara. Bagaimana anak-anak mendapat edukasi maka akan seperti itulah mereka kelak. Dan edukasi termudah adalah memberi contoh, mengajak dan melibatkan mereka dalam setiap kegiatan pelestarian lingkungan.
Ingatan anak-anak bagaikan kertas putih polos yang mudah ditulis dan digambar indah atau malah dicoret-coret. Karena itu pengenalan pengelolaan sampah sejak dini akan dikenangnya hingga usia dewasa. Dan keterlibatan mereka dalam menghijaukan kembali lahan kritis seperti puncak bukit dan lereng gunung diharapkan bisa menumbuhkan rasa memiliki.
Di rangkum dari: http://green.kompasiana.com/iklim/2012/01/17/belajar-tentang-penghijauan-banjir-dan-sampah-bersama-anak-anak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar